Hujan dan Mawar Putih



Oleh: Syifa Jazilah (X OTKP 1 B)

Hujan deras disertai angin kencang membuat hawa dingin kian terasa, menyadarkan seorang gadis yang termenung di dalam kamarnya. Menatap jendela kamar yang masih terbuka, ia tersenyum. Ini yang dia suka, hujan deras tanpa petir.  

Dengan langkah pelan menuju jendela, ia tersenyum menatap mawar putih kesayangan nya yang terletak diantara pohon stroberi yang ditanamnya. Gemercik air hujan yang menimpanya, menambahkan terciptanya keindahan. Tangan yang dijulurkan keluar dan mengadah air hujan, ditatapnya langit dengan penuh kekaguman dan menyadari bahwa nikmat Tuhan memang benar benar nyata.

Angin yang berlalu membawa rintikan lembut air hujan menyapu halus wajahnya, begitu menyejukkan. "Dingin, tapi aku menyukainya". Lirihnya dengan senyuman yang masih terukir diwajahnya. Benar kata orang, bahagia itu sederhana. Hujan dan mawar memang benar benar membuatnya bahagia. 

Mawar putih yang beraroma harum nan lembut bagai kain sutera, warna putih bersih melambangkan kesucian, ketulusan, dan kesetiaan. Aku selalu berharap bahwa suatu saat aku akan bersama orang yang tepat dan selalu setia, karena aku sangat membenci perpisahan kecuali jika Tuhan yang mengambilnya. Karena semua berjalan sesuai takdir yang harus kita jalani, suka maupun duka.

Hujan itu rahmat Tuhan yang harus kita syukuri bukan? Aku selalu menyukai hujan karena suara dari rintikan air hujan yang turun membasahi bumi, terasa menenangkan. Disertai bau tanah alami setelah turun hujan yang membasahi tanah yang semulanya kering. Apalagi hujan lebat yang sangat deras, itu bisa membuatku berteriak sekeras mungkin untuk menghilangkan segala kepenatan di dunia tanpa khawatir akan mengganggu orang lain.

Kata orang, hujan itu sebagian besar adalah kenangan, hujan membuat kita mengingat rekaman memori kelam yang menyedihkan ataupun membahagiakan. Rasa rindu yang akan tercipta karena mengingat kenangan kenangan dahulu yang mulai sedikit samar, menyadarkanku arti dari sebuah waktu. Waktu tak dapat diputar kembali, jadi berbahagialah selagi masih diberi waktu oleh Tuhan.

Bersyukur atas hal hal kecil itu membuat kita bahagia, masih diberi kesempatan untuk menghirup udara saja itu sudah menjadi bentuk rasa syukur. Orang orang tersayang masih ada di dunia, itu bisa disebut sebagai kebahagiaan yang nyata.

Jadi, kunci bahagia itu adalah bersyukur. Sederhana tapi bermakna. 

                                   ***

Mawar putih yang dibasahi oleh gemercik air hujan, terlihat begitu menawan. Seolah segala perasaan yang bercampur aduk, menyatu dalam kisaran pemandangan antara hujan dan mawar putih. Hanya dengan melihat pemandangan seperti itu bisa membuat kita mengembangkan senyum bahagia bukan?

Tak ada yang perlu disesali dari semua hidup yang penuh lika liku, karena semua sudah berjalan sesuai alur yang ditentukan-Nya. Jika hidup dipenuhi rasa sedih, maka ingatlah hal hal yang membuat kita harus bersyukur, ada banyak nikmat Tuhan yang perlu kita syukuri.

Ingin membuat seorang Rasyila bahagia? Cukup beri dia setangkai mawar putih. Ya, dia Rasyila Zatara Al Husein, gadis yang begitu terobsesi dengan hujan dan mawar. Walau terkadang, kedua hal yang disukainya membahayakan.

Nyatanya, mawar putih tidak bisa sembarang disentuh beserta tangkainya, karena memiliki duri yang tajam sebagai bentuk pertahanannya dalam menjaga keutuhan mawarnya. Dan hujan yang terkadang datang dengan petir yang menggelegar dan membuatnya takut. Suatu hal yang lebih berbahaya, hujan yang berlebihan bisa mengakibatkan banjir.

Tak terasa, 30 menit berlalu, selama itu Syila menikmati indahnya hujan dan mawar putih. Setelah dirasa cukup syila menutup jendela kamarnya rapat rapat. Sambil bersenandung ria, terduduk tegak menghadap buku bukunya dan beralih menatap notes kecilnya yang berisi berbagai macam jenis emoji yang berbeda beda ekspresi. Ia selalu menorehkan apa yang dirasakan perasaannya setiap hari dalam bentuk emoji.

Kalender kecil yang terletak di antara buku buku dan tempat pensil itu terdapat tanggal yang diberi lingkaran oleh Syila, ada seseorang yang menjanjikannya menikmati indahnya taman bunga mawar putih di tanggal ulang tahunnya itu, 22 November. Syila tertawa renyah menatapnya. "Apa ini akan sesuai ekspektasi?" Gumamnya, ragu.

Terkadang, suatu hal yang di ekspektasi kan dan ingin menjadi realita tidak akan terjadi, sedangkan jika tidak ber ekspektasi akan terjadi malah terjadi. Apa itu memang hukum alam?

Jam menunjukkan pukul 17:40, hari mulai gelap, namun Syila masih enggan menyalakan lampu kamarnya. Ruangan yang hanya diterangi cahaya senja dari jendela yang belum tertutup itu terdapat Syila yang masih terdiam dan menatap notes yang di pegang nya dan kini mulai menggambarkan emoji perasaannya hari ini.

                                    ***

Mentari pagi yang menghangatkan bumi, udara sejuk menenangkan ditambah kicauan burung yang syahdu nan merdu disertai embun embun bening yang menempel pada tanaman membuat pagi ini menjadi pembuka untuk lebih semangat dalam menjalani hari. Kuputuskan keluar rumah dahulu sebelum beraktivitas, untuk sekadar jalan jalan pagi.

Dari kejauhan, seseorang tengah melihatnya dan berniat mengikutinya. Dan pada akhirnya menyusulnya diam diam dan menyapanya tiba tiba.

"Hai Cil". Sapa Ady, salah satu makhluk bumi bernama lengkap Adyatma Mahavir Bagaskara yang termasuk dalam 7 manusia paling menyebalkan versi On the Spot, menurut Syila. Hanya dia yang berani memanggil dia dengan sebutan Cil, karena semua orang tau bahwa seorang Rasyila tidak suka nama panggilan nya diubah sembarangan. 

Ckk, Ady.

"Hmm" balasnya sedikit kaget namun tetap berekspresi dengan raut wajah datar.

"Ham hem ham hem, ada apa denganmu? Belum sarapan kah? Tanya Ady dengan kekehan.

"Belajarlah memanggil nama orang dengan benar! Cil terus! Apa aku terlihat seperti gadis yang masih bocil?!

"Memang benar, Hahaha". 

"Panggilan berbeda dari orang lain itu spesial Cil, yang berarti kamu benar benar spesial dan berharga buatku". Lanjutnya, dalam hati.

"Sudahlah, pagiku menjadi suram karena dirimu" Cetus syila.

Lah, Aku yang salah?? Tanya Ady, sembari menunjuk dirinya sendiri.

Memang pada dasarnya manusia banyak yang tidak tau diri. "Ya iyalah, kau itu manusia paling menyebalkan yang pernah ku temui".

"Tapi bukankah orang sepertiku itu juga gampang dirindukan?" Tanyanya dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi.

"Narsis sekali, tapi aku akui itu memang benar". Jawab Syila dengan jujur.

Kemudian, mereka tertawa kecil sembari Ady yang merangkul pundak sahabatnya itu.

Teman masa kecil dan masa sekarang, yang Syila harap di masa depan tak akan berubah. Walau Syila tahu dan paham bahwa di setiap pertemuan juga akan ada perpisahan.

Mereka dipertemukan Tuhan saat mereka berumur 7 tahun, Syila yang baru pindah mengikuti orang tuanya memutuskan keluar untuk melihat lingkungan barunya.

Awal dimana mereka bertemu secara tidak sengaja di sebuah taman komplek perumahan yang begitu asri dan indah dipandang mata. Syila yang sedang beradaptasi dengan lingkungan barunya, menatap pemandangan sekitar dengan rasa antusiasnya hingga seorang bocah laki laki yang terlihat seumuran dengannya menyapanya ramah.

Sejak saat itu, mereka yang ternyata bertetangga yang hanya melewati 2 rumah, sekolah dan masuk di kelas yang sama membuat kedekatan mereka semakin akrab, sampai akhirnya lingkup persahabatan pun mulai terbentuk di antara mereka berdua.

Tak terasa, kini mereka telah beranjak dewasa, mereka yang mulai memahami satu sama lain dan Ady juga mengetahui bahwa sahabatnya itu menyukai mawar putih dan juga seorang pluviophiles, yaitu orang yang mencintai hujan.

Nyatanya, perasaan yang muncul karena terbiasa itu saling mereka rasakan, indah memang, tanpa adanya hambatan, mereka ternyata saling menyayangi dan dan memiliki perasaan yang sama yang membuat mereka membentuk sebuah komitmen untuk selalu bersama.

                                     ***

Sedari tadi, dengan silih berganti, petir menggelar kecil walau hujan belum turun. Awan yang semulanya indah dan terlihat seperti permen kapas yang begitu lembut, mulai merubah warnanya menjadi gelap, Syila tau, hujan dengan petir akan datang. Dan ia tak suka akan hal itu. Ia sangat khawatir, namun tetap setia mendengar ocehan sahabatnya, Ady.

Ady yang belum menyadari cuaca yang semakin mendung, terus mengoceh ria disamping Syila hingga saat sedang asik berbincang, terdengar sambaran petir besar mengagetkan dan menyadarkannya, rintikan hujan mulai turun dengan deras membuat mereka berlarian mencari tempat untuk berteduh.

"Huh, pagi pagi sudah turun hujan saja, perasaan tadi cuacanya terang benderang bagai layar hp ibu ibu". Keluh Ady yang tengah membungkukan badan sembari memegang lututnya.

Syila yang masih mengatur nafasnya kelelahan mendudukkan dirinya disebuah kursi yang tersedia di tempat mereka berteduh. "Cuaca memang tidak bisa ditebak, begitu pula dengan masa depan, syukuri saja apa yang sudah direncanakan Tuhan". Jawabnya sembari membiarkan kakinya terguyur hujan.

"Ya, kau benar". Kata Ady yang hanya dibalas anggukan oleh Syila.

"Dy, sebentar lagi kita lulus ya, apa rencana mu kedepannya?

Ady terdiam, Syila belum mengetahui tentang rencananya yang akan melanjutkan pendidikan ke luar negeri atas saran orang tuanya yang membuatnya tak bisa membantah. Meski sebenarnya, ia sedih jika harus berpisah dengan Syila dalam jangka waktu yang cukup lama, rasa sesak di dadanya membuatnya kelu, tak bisa berkata kata. Jika ia mengatakannya secara langsung itu akan membuat sahabatnya itu sedih. Teringat akan kata kata Syila 1 tahun yang lalu bahwa dia sangat membenci perpisahan.

"Aku belum memiliki rencana apapun". Jawabnya, dengan suara yang sangat lirih.

Dari gerak geriknya dan cara dia mengatakannya saja, aku tau dia berbohong.

"Kamu melupakan diriku yang tidak suka dibohongi Dy".

Jleub, Ady menelan salivanya dengan susah payah, ia ingin mengatakannya dengan jujur namun takut akan menyakiti perempuan yang paling berharga bagi dirinya itu.

"Jadi kau akan mengingkari janji itu lagi Dy?" Tanya Syila, menatapnya nanar. Selama 2 tahun kebelakang disetiap ulang tahunnya, dia selalu mengatakan janji yang sama dan mengingkarinya, entah apa sebabnya dan sekarang pun dia akan ingkar lagi? Lagi dan lagi?

"Tidak, untuk kali ini janji itu akan ku tepati!". Jawabnya dengan nada tinggi, mengatakannya dengan penuh penegasan dengan mata yang penuh intimidasi, namun Syila tak menggubris nya sama sekali. 

Dentuman petir yang menggelegar membuatku semakin tak karuan, Ady yang melihatku begitu ketakutan perlahan memegang tanganku dengan begitu erat, seolah menenangkanku agar tidak begitu takut dan khawatir.

                                    ***

Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa besok waktunya, aku hanya berharap suatu hal yang aku inginkan terjadi benar benar terjadi, walau cuma sekali.

Di malam yang sunyi, hanya terdengar dentingan jarum jam yang terpajang di kamar yang penuh keheningan itu. 30 menit lagi, hari akan berganti dimana hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan ke dunia. Membaca ulang pesan yang dikirimkan Ady beberapa jam lalu, "Cil, besok jam 9" katanya. Singkat, padat, dan jelas. 

Keesokan harinya, aku sudah bersiap siap dan hanya memakai pakaian santai. Aku akan pergi untuk menagih janji yang di ucapkan Ady dari 3 tahun lalu. Aku merasa jengkel setelah membaca notifikasi yang tertera dilayar handphone. "Adyatma share location" dengan lanjutan chat yang diketiknya mengatakan "Aku sudah disini"

"Kupikir kita akan berangkat sama sama, sadis sekali dia, seperti biasa dia sangat menyebalkan". Monologku, kesal.

Namun, aku tetap pergi dengan kendaraan umum dan mengikuti lokasi yang sebelumnya dikirim Ady. 

Setelah sampai di tempat yang dituju, aku celingukan mencari Ady, hingga seseorang anak kecil datang menghampiriku dengan membawa setangkai mawar putih dan surat kecil yang menempel berisi pesan kemana arah selanjutnya. Aku hanya tersenyum simpul menatapnya, "Ady, sok romantis sekali dia". Kataku dengan kekehan ringan.

Aku mengikuti arah selanjutnya dan tiba tiba seorang anak kecil yang berbeda melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. 

Begitu seterusnya, hingga terhitung ada 5 mawar putih yang aku genggam sekarang. Aku terkejut melihat apa yang ada di depanku sekarang, mawar putih dimana dimana dan sebuah kotak berukuran cukup besar yang dihiasi taman mawar putih dan 2 orang yang saling menggenggam tangan dan ilustrasi air hujan yang menimpanya. Aku tercengang melihatnya.

Hentakan kaki yang terdengar dari arah belakang dan kemudian terhenti lalu tangannya yang menutup mataku. "Ady, belajar romantis dari mana kamu? Sangat menggelikan". Tanyaku terkekeh geli dan dengan mata yang masih ditutupi tangannya.

"Mungkin memang sedikit menggelikan untuk sahabatku yang anti romantis ini, tapi siapa peduli dengan itu semua, selamat ulang tahun Rasyila, dan maaf.... Selamat tinggal". Katanya, yang dengan perlahan melepaskan tangannya yang menutup mataku.

Aku terdiam sejenak dan kemudian berbalik menatapnya dengan tatapan tanda tanya meminta penjelasan apa maksud dari kata selamat tinggal.

"Selamat tinggal Cil, aku pamit tapi bukan untuk pergi, melainkan untuk kembali. Hanya 4 tahun, aku akan melanjutkan pendidikan ke luar negeri, maaf". 

Kemudian Ady menghampiri buket bunga berukuran sedang yang hanya diisi bunga mawar putih dan sebuah kotak dengan hiasan pita diatasnya dan memberikannya padaku. "Ini bukan hadiah terakhir, aku akan terus memberimu hadiah suatu saat nanti, karena aku janji, kita akan kembali bersama. Aku harus segera berangkat Cil, sekali lagi maafkan aku".

Setelah Ady memberikan kotak itu, aku berusaha menahan tangis, tidak ingin terlihat lemah karena aku sangat mempercayai apa yang di ucapkannya, bahwa ia akan kembali. Tidak ada yang perlu ditangisi selama kita akan bertemu kembali dengan janji yang akan dia tepati.

"Hati hati, jaga hati dan jaga diri selama disana ya Dy". Kataku dengan kekehan.

"Pasti. Dah Syila, selamat tinggal, sampai bertemu kembali". 

Dia berlalu dengan melambaikan tangannya dan tersenyum simpul seperti menahan tangis, sama seperti Syila.

                                     ***

Kata kata terakhir yang dia ucapkan sebelum kita akan bertemu kembali rasanya cukup menyesakkan, seseorang yang selalu ada bersama ku selama ini, telah pergi namun untuk kembali, katanya.

Kotak pemberiannya yang dihiasi dengan pita berwarna biru muda dan putih itu, kubuka dengan hati hati. Di dalamnya, terdapat beberapa foto foto kita yang berurutan dari sewaktu kecil sampai foto terakhir yang diambil saat kelulusan sekolah. Lalu, aku melihat surat yang terselip di dalamnya, hingga bulir bulir air mata berwarna bening mulai berjatuhan setelah membacanya.

"Selamat delapan belas tahun, kesayangannya Ady. Terhitung sebelas tahun kita bersama, tawa dan tangis, benci dan rindu, semua kita rasakan bersama. Teman masa kecilku, teman candaku, teman bahagiaku, teman suka dan duka ku, dan berharap suatu saat menjadi teman hidupku. Bagiku, kau bagai berlian yang wajib kujaga setiap hari. Mengenalmu dengan tak sengaja adalah sebuah anugerah terindah yang pernah Tuhan kasih.

Kisah kita lucu ya, ternyata kita sama sama memiliki perasaan itu yang tumbuh karena terbiasa. Seolah tak ada yang lain lagi, hanya kamu. Komitmen yang kita jalani bersama, yang kuharap selamanya. Setia itu menyenangkan ya.

Untukmu, Rasyila Zatara Al Husein. Perempuan sederhana yang menyukai hujan dan mawar putih. Maaf karena telah pergi tiba tiba seperti ini, aku melakukannya karena aku tau bahwa kau sangat membenci perpisahan. Sampai jumpa lagi setelah 4 tahun Cil. Kuharap, takdir akan menyatukan kita kembali, jaga dirimu baik baik. Semoga, waktuku yang berlalu tanpa dirimu berlalu dengan cepat.

Bolehkah aku meminta satu hal darimu? Tetaplah hanya ukiran namaku yang tersimpan dalam hatimu. Hadiah dariku untuk ulang tahunmu hari ini adalah janji yang akan ku tepati suatu saat nanti, kita akan kembali bersama dengan cerita yang berbeda namun tetap dengan orang yang sama."

                           Dari calon teman hidupmu

                      Adyatma Mahavir Bagaskara~

Aku tertawa pelan membaca akhir kalimat sebelum namanya, "Dasar Ady, aku pegang janjimu itu, awas saja kalau ingkar".

"Aku akan menunggumu, Ady". Lirihnya, dalam hati.

Perpisahan memang suatu hal yang menyakitkan, tapi percayalah, seseorang yang benar benar tulus, meski dipisahkan oleh jarak dan waktu yang lama ia akan kembali menepati janjinya suatu saat nanti, kita hanya perlu yakin, optimis, dan percaya. Walaupun, terkadang ada juga perpisahan sebagai ketetapan takdir yang menurut Tuhan itu baik dan harus kita terima. Mungkin itu cara Tuhan untuk menjauhkan kita dari orang yang tidak baik. Sementara jika dipisahkan dengan kematian, berdo'a dan yakinlah bahwa perpisahan terakhir di dunia itu suatu saat akan kembali dipertemukan di kehidupan selanjutnya


Posting Komentar untuk "Hujan dan Mawar Putih"